Bicara soal kekayaan alam laut, asosiasi kita biasanya langsung tertuju pada terumbu karang, yang kerap disebut sebagai “hutan laut”. Terumbu karang sudah lazim dikenal keindahan warna-warni karangnya, berikut ikan dan hewan lain yang hidup di kawasan tersebut. Atau, ada juga yang langsung menunjuk hutan bakau atau mangrove. Ini berupa tanaman khas di kawasan pesisir, yang akarnya menghujam ke perairan dan menjadi tempat berlindung serta mencari makan banyak hewan.
Bagaimana dengan padang lamun? Dari namanya saja, sebagian besar orang bertanya-tanya, jenis kehidupan apa gerangan padang lamun ini. Mengapa disebut padang lamun, apakah ada di Indonesia? Dan yang terpenting, sejauh mana perannya bagi manusia dan kehidupan laut?
Hutan Hijau yang Beradaptasi
Bagi yang belum pernah mengenal lamun, tanaman yang biasa disebut seagrass ini merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Karena kemampuan adaptasinya, tumbuhan ini mampu hidup di lingkungan laut atau medium air asin. Disebut padang lamun, karena ia tumbuh dalam satu kawasan luas, yang jika dilihat mirip dengan bentangan padang rumput di darat.
Tanaman lamun bisa hidup normal dalam keadaan terbenam, dan mempunyai sistem perakaran jangkar (rhizoma) yang berkembang baik. Mengingat pada dasarnya tak berbeda dengan tanaman darat, maka lamun punya keunikan yaitu memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih. Semuanya dilakukan dalam keadaan terbenam di perairan laut. Hal inilah yang menjadi perbedaan nyata lamun dengan tumbuhan yang hidup terbenam di laut lainnya seperti makro-alga atau rumput laut (seaweed).
Untuk bisa hidup normal, akar tanaman lamun cukup kuat menghujam ke dasar perairan tempat tumbuh. Akar ini tidak berfungsi penting dalam pengambilan air –sebagaimana tanaman darat-- karena daun dapat menyerap nutrien (zat gizi) secara langsung dari dalam air lat. Tudung akarnya dapat menyerap nutrien dan melakukan fiksasi nitrogen. Sementara itu, untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung dalam kolom air, lamun dilengkapi dengan rongga udara.
Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai yang dasarnya bisa berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati, dengan kedalaman hingga empat meter. Malah di perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun ditemukan tumbuh di kedalaman 8 hingga 15 meter.
Di daratan kita sering melihat, misalnya, hutan pinus. Sejauh mata memandang, hutan tersebut melulu diisi dengan pinus. Di tempat lain, ada pula hutan yang berisi aneka ragam jenis pohon. Demikian juga halnya dengan padang lamun, Di suatu tempat, ia dapat berbentuk vegetasi tunggal, tersusun atas satu jenis lamun yang tumbuh membentuk padang lebat. Sementara di tempat lain, ada vegetasi campuran yang terdiri dari dua hingga dua belas jenis lamun yang tumbuh bersama-sama.
Spesies lamun yang biasanya tumbuh dengan vegetasi tunggal adalah Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea serrulata, dan Thalassodendron ciliatum.
Kaya Sumber Daya
Sebagaimana terumbu karang, padang lamun menjadi menarik karena wilayahnya sering menjadi tempat berkumpul berbagai flora dan fauna akuatik lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan. Di padang lamun juga hidup alga (rumput laut), kerang-kerangan (moluska), beragam jenis ekinodermata (teripang-teripangan), udang, dan berbagai jenis ikan.
Ikan-ikan amat senang tinggal di padang lamun. Ada jenis ikan yang sepanjang hayatnya tinggal di padang lamun, termasuk untuk berpijah (berkembang biak). Beberapa jenis lain memilih tinggal sejak usia muda (juvenil) hingga dewasa, kemudian pergi untuk berpijah di tempat lain. Ada juga yang hanya tinggal selama juvenil. Sebagian lagi memilih tinggal hanya sesaat. Suatu penelitian menunjukkan, jumlah ikan bernilai ekonomis penting yang ditemukan di kawasan padang lamun relatif kecil. Itu berarti bahwa padang lamun lebih merupakan daerah perbesaran bagi ikan-ikan tersebut.
Dari sekian banyak hewan laut, penyu hijau (Chelonia mydas) dan ikan duyung atau dugong (Dugong dugon) adalah dua hewan ‘pencinta berat’ padang lamun. Boleh dikatakan, dua hewan ini amat bergantung pada lamun. Hal ini tak lain karena tumbuhan tersebut merupakan sumber makanan penyu hijau dan dugong. Penyu hijau biasanya menyantap jenis lamun Cymodoceae, Thalassia, dan Halophila. Sedangkan dugong senang memakan jenis Poisidonia dan Halophila. Dugong mengkonsumsi lamun terutama bagian daun dan akar rimpangnya (rhizoma) karena dua bagian ini memiliki kandungan nitrogen cukup tinggi.
Peran Terabaikan
Tak ada satu pun jenis tumbuhan dan hewan di dunia ini yang diciptakan Allah tanpa memiliki fungsi dan peran. Begitu pula padang lamun, di alam berfungsi sebagai penghasil detritus (sampah) dan zat hara yang berguna sebagai makanan bagi makhluk hidup laut lainnya. Detritus daun lamun yang tua diuraikan (dekomposisi) oleh sekumpulan hewan dan jasad renik yang hidup di dasar perairan, seperti teripang, kerang, kepiting, dan bakteri. Hasil penguraian ini berupa nutrien yang tercampur atau terlarut di dalam air. Nutrien ini tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun, melainkan juga bermanfaat untu pertumbuhan fitoplankton, dan selanjutnya zooplankton, dan juvenil ikan/udang.
Di sisi lain, tanaman lamun mampu mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak. Sebagian hewan memanfaatkan lamun sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah. Juntaian dedaunan lamun juga berguna menjadi tudung pelindung dari sengatan matahari bagi penghuni ekosistem ini.
Indonesia Sarang Lamun
Di Indonesia, lamun yang ditemukan terdiri atas tujuh marga (genera). Dari 20 jenis lamun yang dijumpai di perairan Asia Tenggara, 12 di antaranya dijumpai di Indonesia. Penyebaran padang lamun di Indonesia cukup luas, mencakup hampir seluruh perairan Nusantara yakni Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Dari seluruh jenis, jenis Thalassia hemprichii merupakan yang paling dominan di Indonesia.
Keanekaragaman hayati lamun yang paling tinggi ada di perairan Teluk Flores dan Lombok, masing-masing ada 11 spesies. Jika dibandingkan, maka keanekaragaman hayati lamun di perairan Indonesia bagian timur ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan bagian barat. Hal ini diduga karena posisi daerah bagian timur yang lebih dekat dengan pusat penyebaran lamun di perairan Indo Pasifik, yaitu Filipina (16 jenis) dan Australia Barat yang memiliki 17 jenis.
Padang lamun memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan, misalnya sebagai tempat kegiatan budidaya laut berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram. Karena pemandangannya yang tak kalah eksotik dibandingkan terumbu karang, padang lamun bisa dijadikan tempat rekreasi atau pariwisata. Ia juga bisa diolah sebagai umber pupuk hijau.
Rentan Kerusakan
Sayangnya, ekosistem ini amat rentan terhadap kemerosotan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia. Di kawasan pantai, manusia melakukan pengerukan dan pengurugan demi pembangunan pemukiman pantai, indusri, dan saluran navigasi. Ini mengakibatkan rusak totalnya padang lamun. Perusakan habitat di lokasi pembuangan hasil pengerukan akhirnya terjadi. Di samping itu, terdapat dampak sekunder pada perairan laut yaitu meningkatnya kekeruhan air, dan terlapisnya insang hewan air oleh lumpur dan tanah hasil pengerukan. Hewan-hewan air tersiksa dan akhirnya mati.
Ancaman juga datang dari pencemaran limbah industri, terutama logam berat dan senyawa organoklorin. Dua jenis bahan berbahaya ini mengakibatkan terjadinya akumulasi (penumpukan kandungan) logam berat padang lamun melalui proses yang disebut magnifikasi biologis. Persis seperti proses penumpukan kandungan merkuri yang menimpa kerang-kerangan di Teluk Jakarta.
Selain itu, tindakan manusia yang suka membuang sampah sembarangan ke laut mengakibatkan turunnya kandungan oksigen terlarut di kawasan padang lamun, serta dapat menimbulkan eutrofikasi (peningkatan kesuburan plankton). Hal ini bisa memancing meledaknya pertumbuhan perifiton, sejenis organisme yang hidup menempel di organisme lain. Perifiton yang banyak menempel membuat daun lamun kesulitan menyerap sinar matahari untuk proses fotosintesisnya. Kejadian serupa terjadi jika terjadi pencemaran minyak yang melapisi permukaan daun lamun.
Ada pula pencemaran limbah pertanian -terutama pestisida- yang mematikan hewan-hewan yang hidup di padang lamun. Pupuk yang masuk ke perairan laut di mana padang lamun terbentang juga memancing timbulnya eutrofikasi.
Padang lamun mungkin kurang populer dibandingkan dengan jenis ekosistem laut lainnya. Tetapi dengan mengetahui peran dan kegunaannya bagi alam dan manusia, kita bisa memahami betapa mengerikannya jika padang lamun juga dirusak dan berkurang habitat hidupnya. (ah)