Tugas mendadak ke Kebumen, Jawa Tengah. Saking mendadaknya, saya cuma bawa laptop, sementara pakaian urusan belakang. Penerbangan “red eye” alias flight malam yang separonya ditingkahi guncangan karena cuaca buruk membuat mood saya sempat down. Tiba di Yogya pukul 21.00, langsung saja saya carter taksi ke Kebumen. Hujan amat deras dan suasana di luar kerap kali gelap gulita. Oh sraaaaam..... Tetapi supir taksi Rajawali yang mengantar saya lumayan hebat. “Bapak tidur saja, nanti kalau sudah sampai saya bangunkan,” katanya. Whaa, mana bisa, Mas! Niat baiknya masih belum bisa saya telan 100% (kalau ketemu dia lagi, saya bakal bilang sori..).
Alhamdulillah, akhirnya saya tiba juga di Hotel PATRA dengan selamat, menjelang tengah malam. Diskusi dulu untuk persiapannya dengan Mas Topo. Esok harinya, training media relation buat anggota Bakohumas Kebumen diselenggarakan, dengan fasilitator Mas Topo dan Yudi, dan saya (catatan kaki: saya masih pake baju kemarin!, plus jeroan yang disetel Side B, hahaha…). Lepas makan siang, dengan bantuan supir, saya ngacir sebentar ke ke Rita Swalayan, dan belanja pakaian secukupnya. Baru rasanya lega.
Malam hari, semua temen kantor jalan ke RM Hijau, yang berada di tepi jalan antara Kebumen-Yogya. Enak, kata teman-teman. Kok tahu? “Pokoknya kalau warung di depannya banyak truk parkir, masakannya pasti enak,” kata Mas Topo. Hm, ilmu baru nih… Tetapi memang masakannya lumayan lezat. Murah lagi. Apalagi ada pete segar segala dicampur balado. Tampilannya jadi bak kumpulan pelor hijau berselimut cabai merah yang menggoda lidah…. Uhuy….. Adapun malam kedua, kami cari makan di warung sekitar kota saja.
Mirip dengan kota-kota kabupaten lainnya di Jawa Tengah-Timur, di Kebumen suasana kota terasa lebih tenang, adem. Tidak grasa-grusu seperti Jakarta. Kalau Bogor masih mending, meskipun tetap masih kalah tenang. Maka, dua hari di Kebumen, selain bertugas, juga sekaligus bisa menjadi acara pencerahan jiwa, melihat dunia yang sedikit berbeda.
Apalagi saat pulang ke Yogya. Kami berangkat pagi-pagi, dan di sepanjang jalan pemandangan sawah ladang betul-betul menghibur syaraf mata. Padi menguning, kabut menggantung, hijau pepohonan di kejauhan dan di tepi jalan. Bocah-bocah SD mengayuh sepeda mereka dengan gembira. Dan matahari bersinar lembut buat kami semua. Sungguh pemandangan yang langka didapat.
Sayang sekali, saya hanya sempat menikmati itu sambil jalan. Dan berikutnya, tiga jam kemudian, Jakarta yang pengap sudah kembali menyambut dengan seringai senyumnya. Nasiiib… (ah)