Bongkar-bongkar file foto, eh, ketemu gambar ini. Menarik. Ceritanya, ketika usai pelatihan di Malang, saya dan tim komunikasi, ditemani Mas Tanto yang fasilitator handal itu (ehm, ehm) meluncur ke Probolinggo. Biasa, ketemu beberapa narasumber semacam Ketua Bappeda, Ketua DPRD, dan LSM dan mengumpulkan cerita tentang kegiatan serta hasil kerjasama yang telah terwujud lewat bantuan LGSP.
Nah, di Probolinggo, malam hari, usai makan ada tantangan menarik di warung tetangga. Tepat di sebelah warung makan, ada penjual duren. Wallahu a'lam, itu duren didatangkan dari mana. Yang jelas, betapa menggodanya buah yang bernama ilmiah Durio zibethinus ini! Sumpah deh. Ibarat kata, melihat bentuk dan warnanya saja saya jadi ingat ucapan Bondan Winarno: "Endang Bambang Surendang, Top Markotop!"
Tanto 'melancarkan' tantangan. Ya saya terima. Fuadi dan Ita juga. Sarah yang asli Amrik bilang oke. "Tapi nyicip aja," katanya (pake nego segala, hehehe...).
Jadilah sekian duren dipindahtangankan. Dan sukses. Habis! Lalu sebagai bukti, ya momen inilah yang dijepret untuk kita. Tanto di kiri, saya di kanan, rangkaian duren di tengah. Kalau mau bicara hemat, bisa juga bilang begini: "Tiga rangkaian duren dipotret berdampingan..." (catat: mampu menghina diri sendiri adalah salah satu kemampuan ala sufi yang tak semua orang bisa dan tega melakukannya, hahaha).
Tuesday, July 10, 2007
Ke Makassar Ku Kembali
Ke Makassar! Sudah setahun lalu, kali ini aku tiba lagi di kota para daeng ini. Pelatihan menulis dan fotografi yang tim komunikasi rancang buat para staf terbukti banyak peminatnya. Dan banyak hasil positifnya. Maka, tim SSRO (South Sulawesi Regional Office) minta pelatihan serupa diberikan kepada mereka.
Terbang di tengah isu keamanan minim maskapai penerbangan domestik cukup bikin ketar-ketir juga. Meski mereknya Garuda, tetap saja ketika lepas landas dan mendarat mesti menarik nafas dalam-dalam. "Kayaknya tadi landingnya kecepatan," gumam advisor saya. Entah juga.
Acara pelatihan dilangsungkan di Clarion. Ini hotel baru, diresmikan tahun lalu. Tak seperti Imperial Aryaduta, yang dekat pantai, hotel ini ada di tengah kota. Jadi agak susah juga mau ke mana-mana. Masih untung ada Pak Haji Nompo, supir SSRO. Dia cukup sigap mengantar ke sana ke mari.
Acaranya sendiri cukup lancar. Kebetulan saya dan Fuadi, teman setim, bereksperimen dengan metode baru, masukan dari Bu Yoen yang alumnus vibrant facilitation. Praktek dan diskusi 60%, presentasi 40%. Luar biasa hasilnya. Dua hari peserta bisa kuat bertahan, bahkan tidak mau meninggalkan kelas, mengerjakan tugas-tugas mereka. Suasananya hidup, dan acara berakhir sukses. "Metodenya oke, penyampaiannya mantap," puji seorang peserta. Waduh, hidung rasanya membesar. Hasil evaluasi memang rata-rata menyatakan puas dan mereke mengaku menemukan hal baru: fokus dalam menulis dan memotret, yang selama ini diabaikan. Senang juga rasanya bisa berbagi ilmu buat orang banyak.
Yang tak bisa diabaikan tentu traktiran Bu Tanti dan suami di restoran Gurih. Mantap pisan, ceuk urang Sunda teh... Besoknya, giliran di Sari Laut, kali ini dengan full team SSRO. Gila! Apalagi ternyata malam itu ada perayaan ultah seorang dokter senior ahli forensik. Kami kebagian kuenya, hahahaha. Dan guyon sang ibu dokter cukup keren. "Saya sediakan layanan gratis buat bapak dan ibu yang kepengen diautopsi suatu saat nanti," katanya, kalem. Asem, deh.
Dua hari training, Kamis pagi Fuadi dan Ita terbang kembali ke Jakarta. Sementara Ifan, saya dan Sarah, ditemani Bu Tanti dan Muin, district coordinator SSRO, Rabu malam bergerak ke Parepare. Telat berangkat, karena hujan deras. Kelaparan pula. Ifan, sambil tidur-tiduran gelisah di belakang, beberapa kali nyeletuk minta makan malam. Walhasil, kami berhenti di Pangkep (Pangkajene Kepulauan), tepatnya RM 77. Seafood lagi! Kali ini dengan variasi lain. Luar biasa. Semua hidangan tandas tak bersisa. Sisa perjalanan diisi dengan tidur, sebelum akhirnya sampai di Parepare pukul 11 malam. Tak ada pilihan lain kecuali segera tidur lagi... :-)
Esoknya, seharian diisi dengan wawancara dan temu ramah dengan beberapa narasumber yang terlibat dalam proses pembuatan Perda Penyelenggaraan Pendidikan di Parepare. Tak lupa, beli oleh-oleh abon tuna. Hm, rasanya oke punya. Sorenya balik segera ke Makassar, di bawah cuaca yang agak aneh, redup tapi gimanaa gitu. Kami lewat pula pesisir pantai tempat beberapa serpih bagian pesawat Adam Air yang hilang ditemukan.
Jumat siang, dengan delay jadwal Garuda yang hampir 1,5 jam, akhirnya saya tiba lagi di Jakarta. Hm, sungguh-sungguh pekan yang amat padat...
Terbang di tengah isu keamanan minim maskapai penerbangan domestik cukup bikin ketar-ketir juga. Meski mereknya Garuda, tetap saja ketika lepas landas dan mendarat mesti menarik nafas dalam-dalam. "Kayaknya tadi landingnya kecepatan," gumam advisor saya. Entah juga.
Acara pelatihan dilangsungkan di Clarion. Ini hotel baru, diresmikan tahun lalu. Tak seperti Imperial Aryaduta, yang dekat pantai, hotel ini ada di tengah kota. Jadi agak susah juga mau ke mana-mana. Masih untung ada Pak Haji Nompo, supir SSRO. Dia cukup sigap mengantar ke sana ke mari.
Acaranya sendiri cukup lancar. Kebetulan saya dan Fuadi, teman setim, bereksperimen dengan metode baru, masukan dari Bu Yoen yang alumnus vibrant facilitation. Praktek dan diskusi 60%, presentasi 40%. Luar biasa hasilnya. Dua hari peserta bisa kuat bertahan, bahkan tidak mau meninggalkan kelas, mengerjakan tugas-tugas mereka. Suasananya hidup, dan acara berakhir sukses. "Metodenya oke, penyampaiannya mantap," puji seorang peserta. Waduh, hidung rasanya membesar. Hasil evaluasi memang rata-rata menyatakan puas dan mereke mengaku menemukan hal baru: fokus dalam menulis dan memotret, yang selama ini diabaikan. Senang juga rasanya bisa berbagi ilmu buat orang banyak.
Yang tak bisa diabaikan tentu traktiran Bu Tanti dan suami di restoran Gurih. Mantap pisan, ceuk urang Sunda teh... Besoknya, giliran di Sari Laut, kali ini dengan full team SSRO. Gila! Apalagi ternyata malam itu ada perayaan ultah seorang dokter senior ahli forensik. Kami kebagian kuenya, hahahaha. Dan guyon sang ibu dokter cukup keren. "Saya sediakan layanan gratis buat bapak dan ibu yang kepengen diautopsi suatu saat nanti," katanya, kalem. Asem, deh.
Dua hari training, Kamis pagi Fuadi dan Ita terbang kembali ke Jakarta. Sementara Ifan, saya dan Sarah, ditemani Bu Tanti dan Muin, district coordinator SSRO, Rabu malam bergerak ke Parepare. Telat berangkat, karena hujan deras. Kelaparan pula. Ifan, sambil tidur-tiduran gelisah di belakang, beberapa kali nyeletuk minta makan malam. Walhasil, kami berhenti di Pangkep (Pangkajene Kepulauan), tepatnya RM 77. Seafood lagi! Kali ini dengan variasi lain. Luar biasa. Semua hidangan tandas tak bersisa. Sisa perjalanan diisi dengan tidur, sebelum akhirnya sampai di Parepare pukul 11 malam. Tak ada pilihan lain kecuali segera tidur lagi... :-)
Esoknya, seharian diisi dengan wawancara dan temu ramah dengan beberapa narasumber yang terlibat dalam proses pembuatan Perda Penyelenggaraan Pendidikan di Parepare. Tak lupa, beli oleh-oleh abon tuna. Hm, rasanya oke punya. Sorenya balik segera ke Makassar, di bawah cuaca yang agak aneh, redup tapi gimanaa gitu. Kami lewat pula pesisir pantai tempat beberapa serpih bagian pesawat Adam Air yang hilang ditemukan.
Jumat siang, dengan delay jadwal Garuda yang hampir 1,5 jam, akhirnya saya tiba lagi di Jakarta. Hm, sungguh-sungguh pekan yang amat padat...
Subscribe to:
Posts (Atom)