
Seperti yang dilaporkan Metro TV, sekolah itu menerima bantuan meja dan kursi untuk kelengkapan belajar siswa-siswanya. Tapi apa lacur, tiba-tiba pihak pemborong datang mengambil paksa kursi-meja itu. Alasannya sederhana: Pemkab Malang belum melunasi pembayaran meja dan kursi tersebut.
Yang amat membuat hati teriris dan terenyuh ialah ketika para siswa berusaha sekuat tenaga mempertahankan kursi (dan meja) mereka. Jadilah adegan tarik-menarik kursi dan meja itu sebuah momen yang amat dramatis. Siswa menangis tersedu-sedu. "Ini kursi kami, jangan dibawa, Pak," ujar mereka. Karyawan perusahaan pemborong yang bertugas itu tak peduli. Mereka terus saja mengangkut balik semua perangkat yang ada.
Siswa-siswa tersebut, tak peduli perempuan atau lelaki, menangis dan meraung. Bagaimana mereka bisa belajar dengan nyaman jika kursi dan meja yang sebenarnya menjadi hak mereka tahu-tahu diambil paksa? Bingung mengadu pada siapa, mereka --dipimpin sang guru- hanya mampu beristigozah, sambil berlinang-linang air mata, berdoa memohon kekuatan pada Tuhan. Tragis sekali.
Pemkab sendiri konon berkelit. Menurut mereka, pembayaran belum dilakukan karena pihak pemborong membuat kursi dan meja tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang sudah disepakati. Walhasil, pemborong dan Pemkab tarik urat menyalahkan satu sama lain, siswa SD Mulyo Sari justru seperti pelanduk di tengah-tengah: kehilangan kursi mereka. Itu seperti tiba-tiba kehilangan masa depan, rasanya.

Kasus ini jadi amat ironis dengan kenyataan ketika para parpol dan caleg tengah sibuk berkampanye di mana-mana. Mereka sampai berbusa-busa mulutnya menjanjikan akan meningkatkan kualitas dan sarana pendidikan. Semua janji manis itu, tentu saja, demi merebut kursi di Senayan, atau kursi dewan terhomat di DPRD masing-masing daerah. Di saat yang sama, di depan mata mereka sendiri, rakyat yang dijanjikan dengan mimpi manis itu malah kehilangan kursi.
Nurani di negeri ini memang sudah terbalik-balik....
Lebih buruk lagi, sudah pun demikian, tetap saja mayoritas kita tetap bermuka manis, selalu berprasangka baik, senyum penuh keyakinan, dan dicucuk hidungnya untuk pergi ke TPS untuk memilih, lalu merasa telah melakukan kebaikan dan kewajiban yang besar. Sementara ironi kesejahteraan rakyat terus terjadi setiap hari di sekitar kita.
Alangkah menyedihkan... (ah)