Ceritanya, my youngest brother berhasil mendapatkan tiket final Piala Asia 2007 dengan harga murah. Tiket kelas 1, yang dijual resmi Rp 500.000 ditawarkan seorang karyawan perusahaan sponsor dengan separo harga, Rp 250.000. Rugi kalo nggak diambil. Walhasil, dengan dua tiket di tangan, saya dan adik saya janjian ketemu di Gelora Bung Karno, Ahad petang kemarin.
Atmosfernya, wuih, gile bener. Dari pintu 1 Senayan saja gelombang penonton sudah membanjiri stadion tua itu. Banyak juga terlihat orang bule dari Australia, lengkap dengan seragam Socceroos-nya. Lalu ketemu orang Jepang, Korea Selatan, dan banyak orang asing lainnya. Agaknya magnet final ini boleh juga. Usut punya usut, mereka rupanya sudah pesen tiket final jauh-jauh hari, dengan harapan timnas mereka yang masuk final. Apa mau dikata, mereka harus nonton Irak vs Saudi. “Saya dukung Irak, deh,” kata seorang penonton asal Australia, yang ikut ngantri masuk di sebelah saya. Kenapa? “Bosen dukung Saudi, kan udah biasa menang,” katanya, enteng. Hahaha…. Bisa aja.
Eh, tapi bener, Senayan malam itu diputihkan oleh pendukung Irak. Dan hawa pro-Mesopotamia juga mengalir ke setiap penonton. Maklum, sejarah penonton dengan tim Saudi agak nggak enak. Soalnya, tim Saudi-lah yang melenyapkan mimpi supporter Indonesia, ketika kesebelasan jazirah Arab itu mengalahkan Ellie Aiboy dkk 2-1. View dari Tribun Sector 2, (Kelas I sebelah VIP, Bo!), oke punya. “Kayak view-nya Winning Eleven 11,” kata adik saya. Ck..ck.. nggak jauh-jauh referensinya, game.
Dan permainan malam itu dikuasai Irak. Gile men, duet center dan full back Irak –dan sama-sama gundul-- Basem Abbas Gatea dan sapa tuh satu lagi, lupa saya, rruarr biasa. Ada juga pemain no. punggung 13, dan tentu Younis Mahmoud. Yang belakangan ini mencetak gol (sayangnya pada menit-menit akhir dia kehabisan tenaga, tapi heran kok nggak diganti-ganti). Belum lagi dukungan penonton, 80% lebih pro Irak. Kasian Saudi. Permainan mereka sendiri (Saudi) tidak berkembang, sayang sekali. Sesekali memang Yasser al Qahtani bisa menggocek bola. Tapi kiper Irak, Noor Sabri, top bgt! Saya sempat liat dia “terbang” menaklukkan bola tendangan keras dari penyerang Arab. Heibat, heibat.
Skor akhir: 1-0. Maka, upacara penyerahan piala berlangsung meriah. Pake kembang api segala. Yang jelas, meski malam itu adalah final match Irak vs Arab, pemenang sejati bagi saya tetaplah….. CHELSEA, DOOOOONG!!!
Demikian laporan pandangan mata dari Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta. Kita kembali ke studio. Silakan Bung Ronny Pattinasarany….
Foto:
1. Tiket final. Ehm, Rp 500.000… (korting 50% lho)
2. Senayan menjelang laga final. Bulan purnama mengawal di tengah stadion. Sayang, kameranya “Cuma” Olympus Miu, bukan Canon EOS 400D J
3. Kedua tim sebelum bertanding.
4. Irak vs Saudi. Yang menang? CHELSEA DOOOOONG…..
Tuesday, August 07, 2007
Tuesday, July 10, 2007
Kisah "Tiga" Duren
Bongkar-bongkar file foto, eh, ketemu gambar ini. Menarik. Ceritanya, ketika usai pelatihan di Malang, saya dan tim komunikasi, ditemani Mas Tanto yang fasilitator handal itu (ehm, ehm) meluncur ke Probolinggo. Biasa, ketemu beberapa narasumber semacam Ketua Bappeda, Ketua DPRD, dan LSM dan mengumpulkan cerita tentang kegiatan serta hasil kerjasama yang telah terwujud lewat bantuan LGSP.
Nah, di Probolinggo, malam hari, usai makan ada tantangan menarik di warung tetangga. Tepat di sebelah warung makan, ada penjual duren. Wallahu a'lam, itu duren didatangkan dari mana. Yang jelas, betapa menggodanya buah yang bernama ilmiah Durio zibethinus ini! Sumpah deh. Ibarat kata, melihat bentuk dan warnanya saja saya jadi ingat ucapan Bondan Winarno: "Endang Bambang Surendang, Top Markotop!"
Tanto 'melancarkan' tantangan. Ya saya terima. Fuadi dan Ita juga. Sarah yang asli Amrik bilang oke. "Tapi nyicip aja," katanya (pake nego segala, hehehe...).
Jadilah sekian duren dipindahtangankan. Dan sukses. Habis! Lalu sebagai bukti, ya momen inilah yang dijepret untuk kita. Tanto di kiri, saya di kanan, rangkaian duren di tengah. Kalau mau bicara hemat, bisa juga bilang begini: "Tiga rangkaian duren dipotret berdampingan..." (catat: mampu menghina diri sendiri adalah salah satu kemampuan ala sufi yang tak semua orang bisa dan tega melakukannya, hahaha).
Nah, di Probolinggo, malam hari, usai makan ada tantangan menarik di warung tetangga. Tepat di sebelah warung makan, ada penjual duren. Wallahu a'lam, itu duren didatangkan dari mana. Yang jelas, betapa menggodanya buah yang bernama ilmiah Durio zibethinus ini! Sumpah deh. Ibarat kata, melihat bentuk dan warnanya saja saya jadi ingat ucapan Bondan Winarno: "Endang Bambang Surendang, Top Markotop!"
Tanto 'melancarkan' tantangan. Ya saya terima. Fuadi dan Ita juga. Sarah yang asli Amrik bilang oke. "Tapi nyicip aja," katanya (pake nego segala, hehehe...).
Jadilah sekian duren dipindahtangankan. Dan sukses. Habis! Lalu sebagai bukti, ya momen inilah yang dijepret untuk kita. Tanto di kiri, saya di kanan, rangkaian duren di tengah. Kalau mau bicara hemat, bisa juga bilang begini: "Tiga rangkaian duren dipotret berdampingan..." (catat: mampu menghina diri sendiri adalah salah satu kemampuan ala sufi yang tak semua orang bisa dan tega melakukannya, hahaha).
Ke Makassar Ku Kembali
Ke Makassar! Sudah setahun lalu, kali ini aku tiba lagi di kota para daeng ini. Pelatihan menulis dan fotografi yang tim komunikasi rancang buat para staf terbukti banyak peminatnya. Dan banyak hasil positifnya. Maka, tim SSRO (South Sulawesi Regional Office) minta pelatihan serupa diberikan kepada mereka.
Terbang di tengah isu keamanan minim maskapai penerbangan domestik cukup bikin ketar-ketir juga. Meski mereknya Garuda, tetap saja ketika lepas landas dan mendarat mesti menarik nafas dalam-dalam. "Kayaknya tadi landingnya kecepatan," gumam advisor saya. Entah juga.
Acara pelatihan dilangsungkan di Clarion. Ini hotel baru, diresmikan tahun lalu. Tak seperti Imperial Aryaduta, yang dekat pantai, hotel ini ada di tengah kota. Jadi agak susah juga mau ke mana-mana. Masih untung ada Pak Haji Nompo, supir SSRO. Dia cukup sigap mengantar ke sana ke mari.
Acaranya sendiri cukup lancar. Kebetulan saya dan Fuadi, teman setim, bereksperimen dengan metode baru, masukan dari Bu Yoen yang alumnus vibrant facilitation. Praktek dan diskusi 60%, presentasi 40%. Luar biasa hasilnya. Dua hari peserta bisa kuat bertahan, bahkan tidak mau meninggalkan kelas, mengerjakan tugas-tugas mereka. Suasananya hidup, dan acara berakhir sukses. "Metodenya oke, penyampaiannya mantap," puji seorang peserta. Waduh, hidung rasanya membesar. Hasil evaluasi memang rata-rata menyatakan puas dan mereke mengaku menemukan hal baru: fokus dalam menulis dan memotret, yang selama ini diabaikan. Senang juga rasanya bisa berbagi ilmu buat orang banyak.
Yang tak bisa diabaikan tentu traktiran Bu Tanti dan suami di restoran Gurih. Mantap pisan, ceuk urang Sunda teh... Besoknya, giliran di Sari Laut, kali ini dengan full team SSRO. Gila! Apalagi ternyata malam itu ada perayaan ultah seorang dokter senior ahli forensik. Kami kebagian kuenya, hahahaha. Dan guyon sang ibu dokter cukup keren. "Saya sediakan layanan gratis buat bapak dan ibu yang kepengen diautopsi suatu saat nanti," katanya, kalem. Asem, deh.
Dua hari training, Kamis pagi Fuadi dan Ita terbang kembali ke Jakarta. Sementara Ifan, saya dan Sarah, ditemani Bu Tanti dan Muin, district coordinator SSRO, Rabu malam bergerak ke Parepare. Telat berangkat, karena hujan deras. Kelaparan pula. Ifan, sambil tidur-tiduran gelisah di belakang, beberapa kali nyeletuk minta makan malam. Walhasil, kami berhenti di Pangkep (Pangkajene Kepulauan), tepatnya RM 77. Seafood lagi! Kali ini dengan variasi lain. Luar biasa. Semua hidangan tandas tak bersisa. Sisa perjalanan diisi dengan tidur, sebelum akhirnya sampai di Parepare pukul 11 malam. Tak ada pilihan lain kecuali segera tidur lagi... :-)
Esoknya, seharian diisi dengan wawancara dan temu ramah dengan beberapa narasumber yang terlibat dalam proses pembuatan Perda Penyelenggaraan Pendidikan di Parepare. Tak lupa, beli oleh-oleh abon tuna. Hm, rasanya oke punya. Sorenya balik segera ke Makassar, di bawah cuaca yang agak aneh, redup tapi gimanaa gitu. Kami lewat pula pesisir pantai tempat beberapa serpih bagian pesawat Adam Air yang hilang ditemukan.
Jumat siang, dengan delay jadwal Garuda yang hampir 1,5 jam, akhirnya saya tiba lagi di Jakarta. Hm, sungguh-sungguh pekan yang amat padat...
Terbang di tengah isu keamanan minim maskapai penerbangan domestik cukup bikin ketar-ketir juga. Meski mereknya Garuda, tetap saja ketika lepas landas dan mendarat mesti menarik nafas dalam-dalam. "Kayaknya tadi landingnya kecepatan," gumam advisor saya. Entah juga.
Acara pelatihan dilangsungkan di Clarion. Ini hotel baru, diresmikan tahun lalu. Tak seperti Imperial Aryaduta, yang dekat pantai, hotel ini ada di tengah kota. Jadi agak susah juga mau ke mana-mana. Masih untung ada Pak Haji Nompo, supir SSRO. Dia cukup sigap mengantar ke sana ke mari.
Acaranya sendiri cukup lancar. Kebetulan saya dan Fuadi, teman setim, bereksperimen dengan metode baru, masukan dari Bu Yoen yang alumnus vibrant facilitation. Praktek dan diskusi 60%, presentasi 40%. Luar biasa hasilnya. Dua hari peserta bisa kuat bertahan, bahkan tidak mau meninggalkan kelas, mengerjakan tugas-tugas mereka. Suasananya hidup, dan acara berakhir sukses. "Metodenya oke, penyampaiannya mantap," puji seorang peserta. Waduh, hidung rasanya membesar. Hasil evaluasi memang rata-rata menyatakan puas dan mereke mengaku menemukan hal baru: fokus dalam menulis dan memotret, yang selama ini diabaikan. Senang juga rasanya bisa berbagi ilmu buat orang banyak.
Yang tak bisa diabaikan tentu traktiran Bu Tanti dan suami di restoran Gurih. Mantap pisan, ceuk urang Sunda teh... Besoknya, giliran di Sari Laut, kali ini dengan full team SSRO. Gila! Apalagi ternyata malam itu ada perayaan ultah seorang dokter senior ahli forensik. Kami kebagian kuenya, hahahaha. Dan guyon sang ibu dokter cukup keren. "Saya sediakan layanan gratis buat bapak dan ibu yang kepengen diautopsi suatu saat nanti," katanya, kalem. Asem, deh.
Dua hari training, Kamis pagi Fuadi dan Ita terbang kembali ke Jakarta. Sementara Ifan, saya dan Sarah, ditemani Bu Tanti dan Muin, district coordinator SSRO, Rabu malam bergerak ke Parepare. Telat berangkat, karena hujan deras. Kelaparan pula. Ifan, sambil tidur-tiduran gelisah di belakang, beberapa kali nyeletuk minta makan malam. Walhasil, kami berhenti di Pangkep (Pangkajene Kepulauan), tepatnya RM 77. Seafood lagi! Kali ini dengan variasi lain. Luar biasa. Semua hidangan tandas tak bersisa. Sisa perjalanan diisi dengan tidur, sebelum akhirnya sampai di Parepare pukul 11 malam. Tak ada pilihan lain kecuali segera tidur lagi... :-)
Esoknya, seharian diisi dengan wawancara dan temu ramah dengan beberapa narasumber yang terlibat dalam proses pembuatan Perda Penyelenggaraan Pendidikan di Parepare. Tak lupa, beli oleh-oleh abon tuna. Hm, rasanya oke punya. Sorenya balik segera ke Makassar, di bawah cuaca yang agak aneh, redup tapi gimanaa gitu. Kami lewat pula pesisir pantai tempat beberapa serpih bagian pesawat Adam Air yang hilang ditemukan.
Jumat siang, dengan delay jadwal Garuda yang hampir 1,5 jam, akhirnya saya tiba lagi di Jakarta. Hm, sungguh-sungguh pekan yang amat padat...
Friday, May 18, 2007
bingung jenis anthurium
Halo, sudah lama tidak posting. Dengan segala alasan, mohon dimaafken.
Di rumah saya punya tanaman hias anthurium jenmanii. Tetapi saya tidak tau persis ini jenisnya apa. Sebagian bilang itu adalah a. jenmanii jenis langka, yakni jaipong. Sedangkan sebagian lagi menyebutkan itu jenis Sawi. Entah mana yang benar. Adakah di antara anda yang tahu? Mohon bantu saya.. Trims. Gambarnya ada di bawah ini.
Di rumah saya punya tanaman hias anthurium jenmanii. Tetapi saya tidak tau persis ini jenisnya apa. Sebagian bilang itu adalah a. jenmanii jenis langka, yakni jaipong. Sedangkan sebagian lagi menyebutkan itu jenis Sawi. Entah mana yang benar. Adakah di antara anda yang tahu? Mohon bantu saya.. Trims. Gambarnya ada di bawah ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)