"Helping
others is the way we help ourselves" (Oprah Winfrey)
Dalam
setiap kegiatan (operasi) kemanusiaan, seringkali orang fokus kepada para
pembawa bantuannya. Gelar berani, hebat, berjiwa welas asih tinggi, dan entah
apa lagi, selalu muncul mengiringi.
Menambah
semangat dan bangga? Iya, umumnya demikian. Namun, akan sangat mencemaskan
kalau hal tersebut bermetamorfosa menjadi sombong.
Dalam
setiap bantuan kemanusiaan, sentral perhatian haruslah para penerima bantuan.
People affected by crises. The most vulnerable ones. Kepada merekalah segala
rencana disusun, strategi diupayakan, agar ada jiwa dan kehidupan yang
terselamatkan. Agar kerentanan berubah menjadi ketenangan.
Dan
yang tak kalah pentingnya, namun kerap dilupakan, adalah para donatur, para
dermawan di belakang semua kegiatan ini. Merekalah yang tergerak hatinya untuk
menyisihkan harta demi membantu orang lain.
Adapun
para relawan, pembawa bantuan, dan pelaksana lapangan, merekalah sekelompok
individu yang 'ngalap berkah' Yang Maha Pengasih lewat kedermawanan para
donatur, dan penerimaan tulus para warga yang terdampak krisis. Mereka adalah
para fasilitator who use their heart for kindness. Melakukan sesuatu di saat
orang lain justru menghindar dari hal tersebut.
Jika
ada banyak narasi tentang para relawan yang bergiat membantu sesama, hendaklah
itu dipandang sebagai upaya penegakan akuntabilitas lembaga. Ada donasi yang
diberikan. Ada amanah yang dititipkan. Ada harapan yang dibebankan.
Segera
setelah semua itu dijalankan, maka narasi-narasi yang ada merupakan simbol
pernyataan bahwa amanah telah ditunaikan. Harapan telah ditanamkan. Tugas telah
dituntaskan.
Kita
semua, pada satu titik, dipersatukan oleh sebuah rasa. Kemanusiaan.
No comments:
Post a Comment