Wednesday, February 15, 2006

Pasang Surut Majalah

Inilah jenis bacaan yang takkan pernah mati


KETIKA membaca sebuah majalah, pernahkah terpikirkan oleh anda mengapa bacaan berformat seperti ini bisa muncul? Jika ingin tahu, majalah sesungguhnya memiliki sejarah panjang yang amat menarik.

Asal Usul Majalah

Oleh beberapa ahli, majalah didefinisikan sebagai kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya, yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran kuarto atau folio dan dijilid dalam bentuk buku, serta diterbitkan secara berkala, seperti seminggu sekali, dua minggu sekali atau sebulan sekali. Ada pula yang membatasi pengertian majalah sebagai media cetak yang terbit secara berkala, tapi bukan terbit setiap hari. Media cetak itu haruslah bersampul, setidak-tidaknya punya wajah, dan dirancang secara khusus. Selain itu, media cetak itu dijilid atau sekurang-kurangnya memiliki sejumlah halaman tertentu. Bentuknya harus berformat tabloid, atau saku, atau format konvensional sebagaimana format majalah yang kita kenal selama ini.

Menurut suatu literatur, majalah pertama terbit di Inggris tahun 1731 yaitu Gentleman Magazine. Majalah ini berisi berbagai topik tentang sastra, politik, biografi, dan kritisisme. Kelak, ia menjadi contoh karakter umum majalah yang biasa dijumpai hingga kini, misalnya berisi humor, esai politik, sastra, musik, teater, hingga kabar orang-orang ternama. Sepuluh tahun sesudahnya, muncul majalah pertama di Amerika Serikat.

Namun sumber lain seperti Encyclopedia Americana menyebutkan, majalah dalam bentuk sebagai sisipan dari suratkabar sudah terbit sejak 1665 di Prancis, yakni Le Journal de savants. Majalah periodik ini berisi berita penting dari berbagai buku dan penulis, komentar seni, filsafat, dan iptek. Di Inggris, ada majalah Tatler yang terbit singkat tahun 1709-1711, demikian juga The Spectator (1711-1712). Gentleman’s Magazine sendiri lebih pas disebut sebagai majalah umum pertama yang tampil lebih modern, dan bertahan cukup lama hingga 1901.

Guttenberg sebagai Pemicu

Dunia cetak-mencetak mulai mengalami kemajuan tak henti-henti sejak dikembangannya mesin cetak oleh Johannes Guttenberg tahun 1455. Mesin cetak ini merupakan yang pertama kalinya di Eropa yang menggunakan cetak logam yang dapat digerakkan (movable metal type). Secara dramatis, penemuan ini meningkatkan kecepatan produksi barang cetakan, termasuk buku dan majalah. Mesin cetak juga mengurangi waktu yang digunakan dalam produksi buku dan majalah sebelumnya.

Di Amerika, majalah merupakan media cetak yang terbit belakangan setelah buku dan suratkabar. Hingga tahun 1800-an, tak satu pun majalah yang terbit sanggup bertahan lebih dari 14 bulan. Sampai tahun 1890, majalah-majalah terkemuka di Amerika seperti Harper’s, Century, dan Scribner’s ditujukan untuk kaum minoritas, yakni warga masyarakat yang kaya, agamawan, bangsawan, dan ilmuwan. Perubahan khalayak dari kalangan tertentu ke masyarakat luas, bagi majalah terjadi 50 tahun lebih lambat daripada koran. Isi majalahnya pun jauh dari selera, daya tangkap, dan kepentingan orang kebanyakan. Majalah-majalah yang beredar pada masa itu seperti Atlantic dan Harper’s masih penuh dengan artikel-artikel yang akan memusingkan orang kebanyakan.

Di masa ini, telah ada mesin cetak, kereta api, dan telegram untuk mengirim-menerima berita. Mesin-mesin cetak rintisan Guttenberg mulai berubah ke mesin cetak Columbia. Sampai 1825, media cetak di AS masih menggunakan mesin cetak silinder bertenaga uap yang hanya bisa mencetak 2000 eksemplar per jam. Penggunaan mesin silinder ganda hanya dapat menaikkan produksi dua kali lipat. Baru setelah mesin cetak putar tenaga listrik digunakan, koran-koran bisa mencetak 20.000 eksemplar per jam.

Teknologi dan Peliputan

Kemajuan teknologi juga memudahkan peliputan dan pemberitaan. Naskah dan foto-foto berita bisa dikirimkan jauh lebih cepat. Pada awal abad ke-19, berita dari Inggris baru bisa dibaca di AS 36 hari kemudian. Pada tahun 1838, selisih waktunya tinggal tiga, lalu dua minggu. Sejak adanya telegram, berita di Inggris bisa langsung diketahui di AS.

Sebelumnya, penerbit media cetak juga harus cekatan mengumpulkan berita dari berbagai tempat. Kadang mereka harus mengirim reporternya dengan kapal uap, kereta kuda atau kudanya sendiri, demi mempercepat perolehan berita. Dengan telegram, koran Patriot edisi 25 Mei 1844 dapat menjadi yang pertama memuat berita tentang aksi di Kongres. Ketika terjadi perang saudara, minat publik tentang peristiwa itu sangar besar, sehingga penerbitan media (koran) mengirimkan pasukan reporternya ke lapangan agar dapat langsung mengirimnya ke redaksi untuk dicetak. Mesin-mesin tambahan baru pun dibuat.

Kemajuan ini berlanjut, sejalan dengan perbaikan kondisi sosial yang terjadi akibat revolusi industri. Di kurun 1800-an itu, menurut Straubhaar dan LaRose (2004), tingkat pendidikan makin baik. Dengan meningkatnya upah, banyak penduduk pindah ke kota-kota untuk bekerja di bidang-bidang industri. Kelas menengah kota pun terbentuk. Harga majalah makin murah karena skala ekonomi yang makin besar, makin canggihnya teknologi cetak, dan meningkatnya permintaan. Efek positifnya adalah mempercepat penyebaran buku dan majalah hingga menjadi massal.

Penyebaran teknik cetak foto (photoengraving) sejak akhir abad 19 memudahkan dan mempercepat reproduksi aspek seni koran dan majalah. Biayanya pun menjadi lebih murah jika dibandingkan dengan teknik lama yang masih menggunakan batangan-batangan kayu, zincograph, dan pelat-pelat baja.

Perubahan Besar


Perubahan besar dalam industri majalah terjadi pada tahun 1890-an, ketika S.S. McClure, Frank Musey, Cyrus Curtis, dan sejumlah penerbit lain mulai mengubah industri penerbitan majalah secara revolusioner. Mereka melihat adanya ratusan ribu calon pelanggan yang belum terlayani oleh majalah yang ada. Mereka juga melihat bahwa iklan akan memainkan peranan penting dalam perekonomian AS.

Maka, para tokoh ini menciptakan majalah yang isinya sesuai dengan selera dan kepentingan orang banyak. Munsey’s dan McClure’s mulai menyajikan liputan olahraga di Harvard yang disusul dengan artikel olahraga umum, tulisan tentang perang, lagu-lagu populer, para pesohor (selebritis), dan sebagainya. Curtis lalu menerbitkan majalah khusus kaum ibu, Ladies’ Home Journal, yang kemudian menjadi majalah pertama yang mencapai tiras 1 juta. Majalah-majalah khusus seni dan arsitektur, kesehatan, dan sebagainya segera ikut bermunculan.Terjadilah fenomena yang disebut dengan popularisasi dan segmentasi isi.

Para penerbit majalah juga berusaha menekan harga agar bisa terjangkau oleh orang kebanyakan. Pada tahun 1893, Frank Munsey menjual Munsey’s seharga 10 sen, jauh lebih murah daripada majalah lain. Iklan menjadi kian penting daripada harga majalah. Curtis kemudian bahkan menurunkan harga majalahnya menjadi 5 sen, lebih murah daripada harga kertas majalahnya sendiri.

Isi populer dan harga murah itu sukses menjaring banyak pembeli, sehingga pengiklan pun tertarik. Kerugian akibat harga yang lebih murah daripada biaya produksi ditutup oleh penghasilan dari iklan. Redistribusi pendapatan memunculkan kelas menengah yang daya belinya lebih baik, dan mereka merupakan pasar potensial aneka produk massal yang dapat dijaring melalui iklan di majalah. Hal ini juga mendorong penerbit untuk berusaha membidik pembeli yang homogen guna memudahkan segmentasi iklan.

Dulu, untuk mempercepat reproduksi majalah mempekerjakan banyak seniman yang masing-masing membuat sebagian gambar yang lalu disatukan sebelum digunakan sebagai materi cetakan. Teknik cetak foto modern jelas serba lebih mudah. Pengiriman foto juga gampang dilakukan sejak adanya kamera saku dan jasa pencetakan dan pengiriman foto kilat sejak 1935.

Jika sebelumnya produk bacaan (cetak) dan aksesnya hanya tersedia bagi kalangan tertentu, maka belakangan produk-produk tersebut dapat diproduksi lebih banyak dan menyebar ke pembaca yang lebih luas. Terbitan koran dan majalah juga termasuk yang harus berusaha keras menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi baru ini. Banyak majalah raksasa yang tertekan, Tidak sedikit mingguan atau bulanan yang sudah puluhan tahun terbit dan berjangkauan luas akhirnya terpaksa tutup.

Majalah yang mampu bertahan umumnya yang bersifat khusus, seperti majalah khusus wisata (Sunset), olahraga (Sport Illustrated), hobi perahu layar (Yachting), penggemar acara televisi (TV Guide), atau berita-berita ilmiah (Scientific American). Majalah-majalah yang meliput segala hal (pusparagam) seperti Collier’s dan Saturday Evening Post, sudah bukan zamannya lagi, bahkan juga bagi yang awalnya begitu terkenal seperti Life dan Look. Sekarang adalah zaman majalah-majalah khusus.

Para penerbit buku Amerika, yang menelurkan lebih dari 35.000 judul setiap tahunnya, menjadi kian berorientasi bisnis, bukan saja karena peluang keuntungannya sangat besar jika bukunya menjadi best seller, namun juga pengutamaan pendidikan menjadikan buku kian dibutuhkan. Penerbitan yang semula dikelola secara santai oleh “orang-orang terhormat” berubah menjadi bisnis konglomerasi.

Selama lebih 10 tahun terakhir, ada perubahan jelas antara genre majalah, yang tengah muncul dan yang masih ada. Gambaran readership dari Mediamark Research, mengindikasikan bahwa sejak tahun 1995, ketika majalah genre-genre lain mengalami peningkatan secara finansial, majalah-majalah berita tetap stagnan, dalam arti jumlah halaman iklan yang mereka jual. Mungkin ini terkait dengan majalah berita, yang tidak seperti majalah lainnya, tidak banyak didukung dengan paket penjualan buku-buku.

Iklan dalam Majalah

Peran iklan di media masa sudah terlihat sejak masa Perang Saudara di Amerika. Akan tetapi porsinya yang signifikan sebagai sumber dana mulai terlihat sejak tahun 1890-an, ketika muncul majalah-majalah berskala nasional yang berharga murah namun bersirkulasi tinggi. Memasuki paruh kedua abad 20, peran iklan sudah dominan, namun masih cukup banyak penerbit yang menolak atau membatasi penerimaan iklan karena khawatir akan mempengaruhi isi terbitannya.

Seorang agen iklan muda bernama George P. Rowell suatu ketika mendekati penerbit Harper’s Weekly yang sudah memuat iklan kliennya guna mengetahui jumlah sirkulasinya. Pihak penerbit merasa tersinggung dan menolak iklan yang sama pada edisi berikutnya. Fletcher Harper, pemiliknya, bahkan pernah menolak tawaran US$ 18.000 untuk memuat iklan mesin jahit di halaman belakang majalahnya selama setahun. Harper merasa iklan itu tidak layak, dan ia membutuhkan halaman belakang majalahnya untuk mempromosikan bukunya sendiri.

Pada masa itu sedikit saja majalah yang mencari iklan secara aktif. Satu dari yang sedikit itu adalah Century, majalah prestisius yang beredar di kalangan berada dan terpelajar. Agresivitasnya dalam mencari iklan selama 1870-an dan 1880-an turut mengikis keengganan penerbit majalah terhadap iklan. Di tahun 1890-an, Frank Mursey yang sudah disebut sebelumnya, berjasa menerapkan praktik penerbitan majalah standar. Ia memasang harga lebih rendah daripada biaya produksi majalahnya sendiri, dan kekurangannya itu ia tutupi dengan iklan. Praktik ini kemudian ditiru oleh para penerbit lainnya.

Standarisasi dan Imitasi

Dalam perkembangannya, isi, gaya bahasa, dan format antara majalah-majalah sejenis –misalnya majalah busana, majalah sastra, atau majalah mingguan— menjadi sangat mirip. Standarisasi ini merupakan dampak tak terelakkan dari industrialisasi media, mekanisasi, urbanisasi, dan redistribusi pendapatan. Media telah berubah dari seni menjadi industri yang harus menggunakan teknik-teknik produksi massal.

Lama-kelamaan, pengasuh majalah harus mengikuti jenis artikel yang sudah terbukti diminati pembaca, dan ia sama sekali tidak bisa leluasa memilih menurut penilaiannya sendiri. Karakter majalah harus disesuaikan dengan selera pasar. Walter Hines Page, misalnya, pernah mengasuh majalah Forum pada 1187-1895. Ia mengejutkan semua stafnya karena menyusun langsung daftar isi majalahnya sekian bulan ke muka, dan langsung menentukan jenis-jenis artikel yang harus dicari. Ia melakukan semua ini cukup dengan menyimak artikel apa saja yang sudah terbukti diminati pembaca. Praktik seperti ini kini sudah lazim di hampir semua majalah.

Imitasi dan peniruan juga terjadi dalam proses standarisasi majalah. Setiap gagasan yang sukses akan segera beramai-ramai ditiru. Pada tahun 1922, seorang pemuda bernama DeWitt Wallace senang membaca semua majalah yang ada, lalu memilih dan menghimpun artikel-artikel yang dianggapnya paling baik atau menarik. Dari kebiasaan ini, timbul ide untuk menerbitkan sebuah majalah ringkas yang hanya memuat artikel-artikel bermutu. Maka lahirlah Reader’s Digest, yang sampai sekarang merupakan majalah dengan tiras terbanyak di seluruh dunia. Tidak lama berselang, sekian banyak majalah sejenis bermunculan sehingga istilah digest merujuk ke jenis majalah seperti itu. Kalau ada jenis majalah baru, misalnya khusus memuat cerita-cerita detektif, pengakuan pribadi, berita hangat, majalah khusus yang memuat foto-foto menarik, majalah petualangan, dan sebagainya, yang meraih sukses maka sekian banyak tiruannya akan segera menyerbu. (ah)

13 comments:

Anonymous said...

Tanpa sengaja saya temukan blog Anda. Bagus sekali tulisan Anda.
Tulisan yang padat tentang historis media. Informatif.
Saya suka membacanya.
Bisa kita menjadi teman?
Saya harap bisa.

Anonymous said...

terima kasih..telah membantu dalam pencarian data tentang majalah untuk TA saya

regrad

Anonymous said...

wah bagus sekali blog anda...

bahasanya benar2 menyiratkan kalau anda memang seorang jurnalis...

mohon izinnya, saya ingin mengutip beberapa info dari blog anda untuk saya jadikan tugas makalah matakuliah Sosiologi Komunikasi saya....

terima kasih.

Anonymous said...

hallo, thanks ya infonya... sumpah deh, saya baru aja berpikir "ga ada ya org yg buat buku tentang majalah dari awal sampe perkembangannya?" eh... tiba2 saya sampe di blog ini... tp boleh ga gw minta sumbernya? coz buat skripsi nih... hix.... emmm, klo boleh, e-mail me at jchantique@yahoo.com. thank you very much.

Anonymous said...

trimakasih banyak untuk informasinya. susah sekali mencari definisi majalah.

Anonymous said...

Mas Ahmad Husein , maaf saya minta izin dulu , dlog nya saya plagian bentar yah, nanti post blog yg di plagiat saya hapus...

mohon ksediaan nya untuk mengizin kan , krn blg tentang majalah nya bagus sekali untuk sebagai bahan pembelajaran di kampus

trimakasih

Anonymous said...

mas ahmad, erna izin cepe ya(copi paste-red) u/bhn skripsi. blh kan?Oy, sekalian kenalan donk?or hub erna di 021-95345209/dtg aja ke warung seafood 89 tanjung barat-JAKSEL.sebrang gedung ANTAM.THX

Anonymous said...

keren bro...
secara gitu, artikel tentang majalah masih sedikit...
tetap berkarya bro...

Anonymous said...

bagus isinya..lengkap..membantu penilitian saya..thanks..

mathilda said...

I LIKE THIS BLOG:)
Mas, makasih yah udh mau berbagi sumber buku yg mengulas tentang majalah. Blog mas sangat membantu sekali:)

Unknown said...

makasiii yaaa referensiny.....btw boleh minta sumber infony....bisa kirim ke mammyoth_3L@yahoo.com a.n riska

Unknown said...

makasii infonya...bisa bagi referensi ndak...kirimin di mammyoth_3L@yahoo.com ya...pleaseee..buat bantuan buat thesis....ditunggu..makasiiii

Unknown said...

assalamualaikum wr.wb info nya sangat bermanfaat untuk bahan skripsi saya. mohon izin mengutip bagian nya mas, klo berkenan tlg kirimkan sumber nya lewat email saya. terimakasi ��