Saat diundang jadi pembicara di acara Forjim (Forum Jurnalis Muslim)
sepekan silam (16 Juli 2017) mengenai topik "Pembentukan Karakter Jurnalis Muslim",
saya paparkan bahwa diskursus itu terbagi atas dua bagian berbeda, yakni
membentuk diri menjadi muslim yang baik dan menjadi jurnalis yang baik.
Untuk jadi muslim yang baik, teladanilah sifat Rasul SAW yang
empat: shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Untuk jadi jurnalis yang
baik, pelajari 10 elemen jurnalisme-nya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.
Saya tegaskan juga, menjadi jurnalis yang baik itu sama dengan menjadi
komunikator yang baik. Dan psikologi komunikator yang baik adalah jika
Anda punya Ethos yang baik (diambil dari Aristoteles), yakni punya
keahlian (expertise) dan kredibilitas yang baik. Kemudian punya
penampilan dan gaya menarik, dan terakhir punya kekuasaan (kemampuan
mempengaruhi).
Akan sangat sial, jika Anda tidak punya kekuasaan,
sementara wajah dan penampilan 'tak tertolong lagi', lantas diperparah
dengan tak punya kredibilitas dan tak punya skill. Jurnalis muslim
sebagai komunikator yang baik mestinya punya Ethos dan tampilan yang
memadai, lalu belajar memiliki akses yang bagus.
Adapun
media-media mainstream sekarang, penilaian saya adalah mereka sudah
sampai pada tahap: masih ngotot punya penampilan menarik, masih punya
akses ke narasumber, tapi tak memiliki lagi sifat ETHOS tersebut. Nir
keahlian dan kepercayaan.
Jangan heran, media alternatif marak
dibaca. Kini terserah media alternatifnya, mau menjadi itu-itu saja,
atau memupuk Ethos agar mumpuni. (ah)
No comments:
Post a Comment