Wednesday, February 26, 2020

Pembentukan Karakter Jurnalis Muslim

Saat diundang jadi pembicara di acara Forjim (Forum Jurnalis Muslim) sepekan silam (16 Juli 2017) mengenai topik "Pembentukan Karakter Jurnalis Muslim", saya paparkan bahwa diskursus itu terbagi atas dua bagian berbeda, yakni membentuk diri menjadi muslim yang baik dan menjadi jurnalis yang baik.

Untuk jadi muslim yang baik, teladanilah sifat Rasul SAW yang empat: shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Untuk jadi jurnalis yang baik, pelajari 10 elemen jurnalisme-nya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.

Saya tegaskan juga, menjadi jurnalis yang baik itu sama dengan menjadi komunikator yang baik. Dan psikologi komunikator yang baik adalah jika Anda punya Ethos yang baik (diambil dari Aristoteles), yakni punya keahlian (expertise) dan kredibilitas yang baik. Kemudian punya penampilan dan gaya menarik, dan terakhir punya kekuasaan (kemampuan mempengaruhi).

Akan sangat sial, jika Anda tidak punya kekuasaan, sementara wajah dan penampilan 'tak tertolong lagi', lantas diperparah dengan tak punya kredibilitas dan tak punya skill. Jurnalis muslim sebagai komunikator yang baik mestinya punya Ethos dan tampilan yang memadai, lalu belajar memiliki akses yang bagus.

Adapun media-media mainstream sekarang, penilaian saya adalah mereka sudah sampai pada tahap: masih ngotot punya penampilan menarik, masih punya akses ke narasumber, tapi tak memiliki lagi sifat ETHOS tersebut. Nir keahlian dan kepercayaan.

Jangan heran, media alternatif marak dibaca. Kini terserah media alternatifnya, mau menjadi itu-itu saja, atau memupuk Ethos agar mumpuni. (ah)

No comments: