Wednesday, February 12, 2020

Surga Wifi Seribu Kafe

Infrastruktur telekomunikasi di Laos perlahan berkembang. Penetrasi masih rendah. Akses internet ‘gratis’ tersedia berlimpah di kafe dan hotel. 

Sewaktu akan berangkat ke Vientiane, satu kekuatiran saya adalah soal koneksi internet. Sulit mengakses email kantor dan jalan-jalan ke platform media sosial adalah isu yang cukup menghantui. Ying, kolega saya di Bangkok, seolah tahu saya galau. Lewat email ia memberikan beberapa tips. Dan email tentang tips itulah yang saya cetak dan jadikan pegangan selama perjalanan untuk dibaca-baca, supaya tidak lupa langkah-langkah yang telah dia berikan. 

Begitu mendarat di bandara Wattaya, setelah melewati pemeriksaan imigrasi, saya melangkah ke aula terminal kedatangan, mencari-cari gerai Unitel, perusahaan telekomunikasi di Laos yang mendapat lisensi 3G dan 4G. Letaknya tak jauh dari pintu keluar terminal kedatangan. Di sini, pengunjung bisa membeli kartu SIM (subscriber identification module) prabayar yang sesuai dengan kebutuhan mereka selama menetap di Laos. 

Ying merekomendasikan saya untuk membeli paket kartu SIM prabayar dengan layanan internet dan pesan pendek (SMS) saja, tanpa dilengkapi layanan panggilan telepon. Kartu ini disebut SIM Net. Dengan SIM Net prabayar 3G, kita bisa mengakses dunia maya dengan kecepatan yang lumayan, termasuk pengoperasian aplikasi chat semacam Whatsapp, Line, dan sejenisnya. 

Jika ingin menelepon seseorang di wilayah ini, tinggal cek apakah teman tersebut juga memiliki aplikasi sejenis sehingga bisa dipanggil via Whatsapp, tanpa membutuhkan pulsa GSM. Berselancar ke berbagai aplikasi media sosial juga mudah termasuk memuat kabar di Facebook, Instagram, Twitter, dan aplikasi sejenis lainnya. Biaya totalnya cukup terjangkau, sekitar 50.000 Kip (sekitar Rp 80 ribuan). Harga untuk kartu pintarnya sendiri hanya 10.000 Kip. Ada banyak pilihan besarnya data yang diperlukan. Saya, misalnya, memilih paket 1,5 Gb data untuk 7 hari. Tinggal minta tolong petugas gerainya untuk memasang dan mengatur konfigurasinya di ponsel saya. Tak sampai lima menit, ponsel saya sudah siap dipakai untuk kebutuhan layanan internet.

Selain SIM Net, ada pula layanan untuk telepon dan pesan singkat. Dengan harga serupa, kita mendapat jatah data yang lebih kecil, hanya sekitar 625Mb. 

Infrastuktur Melaju, Pengguna Rendah 

Republik Demokratik Rakyat Laos, demikian nama lengkap negara ini, memiliki populasi sekitar 7 juta penduduk. Dengan luas wilayah 236.800 kilometer persegi, kepadatan penduduk di Laos adalah 30 jiwa per kilometer persegi. Bandingkan dengan Indonesia, yang kepadatannya mencapai 126 jiwa per kilometer persegi. Data tahun 2015 menunjukkan, produk domestik bruto (GDP) Laos mencapai 1.600 dolar Amerika per kapita. 

Layanan internet masuk ke Laos pertama kali tahun 1997. Seiring waktu, dengan diperkenalkannya pita lebar bergerak (mobile broadband), jumlah pengguna internet telah meningkat secara signifikan, utamanya setelah tahun 2008. Per tahun 2017, ada kurang lebih 1.800.000 pengguna atau mencapai lebih 20% dari total populasi. Sebanyak 89% dari pengguna internet ini mengakses melalui ponsel. Hanya delapan persen yang memilih akses via laptop atau desktop. 

Di Laos sendiri, jaringan 3G dan 4G sudah tersedia. Ada empat operator utama untuk layanan komunikasi digital ini yakni Lao Telecom, Unitel, ETL, dan Beeline. Semua operator tersebut sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Laos, baik sebagian maupun sepenuhnya. Lao Telecom adalah yang pertama kali menerima hak lisensi 4G tahun 2013, diikuti oleh yang lainnya. Di Laos, jaringan 3G misalnya, kecepatannya mencapai 21 Mbps HSPA+, sementara ADSL (jaringan kabel data kecepatan tinggi) mencapai 2 Mbps, da WiMAX 10 Mbps. 

Konon, pemerintah setempat mengontrol dengan ketat server internet domestik dan secara sporadik memantau penggunaan internet. Akan tetapi di akhir tahun 2012, pemerintah tampaknya tak lagi punya daya cukup untuk memantau terus-menerus aktivitas internet demi menghambat akses para pengguna ke situs-situs daring. 

Di saat sama, seiring dibukanya akses internet dan makin baiknya data bergerak, rupanya telah mulai menarik minat investor asing untuk berinvestasi di sektor tersebut. Secara umum, upaya pembangunan infrastruktur Laos menunjukkan banyak kemajuan. 

Wifi Gratis yang Tidak Gratis 

Sehari-hari, amat mudah menemukan bahwa hotel, penginapan, kafe, dan restoran yang bertabur di kota Vientiane memiliki fasilitas layanan internet gratis melalui penyediaan Wifi. Apalagi di daerah-daerah yang menjadi tujuan wisata utama. Kalau kita berjalan-jalan seputar kota, biasanya tempat-tempat yang disebut di atas jadi semacam surga untuk mengakses internet dan memberi tanda “free wifi” di depan bangunannya. 

Tentu, sesungguhnya tidak 100% gratis, karena setidaknya Anda harus membeli minuman atau makanan sebelum mendapat kode rahasia akses wifi-nya dan mangkal di tempat tersebut. Menurut LonelyPlanet.com, di hampir semua ibukota provinsi di Laos internet dapat diakses dengan biaya bervariasi mulai 5.000 Kip per jam, khususnya di pusat-pusat kota provinsi yang besar hingga 10.000 Kip atau lebih per jam di kota-kota yang lebih terpencil. Komputer sudah umum ditemui di kafe-kafe internet lengkap dengan aplikasi pesan kilat dan chat seperti Skype. Hanya, perlengkapan headset-nya tidak selalu disediakan. 

Hal lain yang tak jauh berbeda, di Jakarta kita amat terbiasa melihat orang-orang serius memandangi gawai (gadget) mereka masing-masing, di berbagai kesempatan, mulai di tepi jalan, di bus, di kereta api, di kafe, di kampus, di mal hingga di mesjid sekalipun. 

Di Vientiane, pemandangan memang tidak ‘separah’ itu. Di jalanan, masih banyak orang yang melakukan aktivitas selain menelepon atau memelototi ponselnya. Namun, memang kita tetap kerap melihat para penjual di toko atau kios, pengunjung di mal atau pasar, sering menghabiskan waktu dengan gawai mereka. 

“Di ibukota ini, kebanyakan pengguna internet adalah para pekerja dan anak-anak muda,” kata Kum Chai, penerjemah di acara pelatihan saya. Menurut perempuan usia 30-an yang fasih berbahasa Inggris ini, meskipun penggunaan ponsel sekarang sudah meluas ke berbagai tingkatan usia, pengakses media sosial tetap dikuasai remaja dan pemuda.

“Facebook tetap jadi pilihan mayoritas pengguna sosial media,” jelasnya. Untuk aplikasi chatting, Whatsapp tetap nomor satu. Selain itu, Line banyak digemari remaja. Ia mengaku kini akses lebih mudah dengan bertambahnya operator telekomunikasi di Laos, dengan harga lumayan terjangkau. 

(ahmad husein)

No comments: